DBasia.news – “Satu hal yang ingin saya lakukan, memberikan kontribusi kepada tim. Tidak hanya dengan poin, tetapi membangun permainan di tim itu lebih penting,” tutur Jamarr saat ditanya tentang apa yang akan diberikannya untuk tim nasional Indonesia.
Memakai jersey tim nasional Indonesia tak pernah terbayang di benak pebasket asal New Jersey, Jamarr Johnson, kedatangannya ke Nusantara hanya karena mengikuti panggilan Tuhan. Tergabung dalam Athletes in Action, Jamarr melakukan program misionaris internasional, melatih basket untuk anak kecil sekaligus memberikan pemahaman tentang Kristen.
Siapa yang menyangka, dari hanya kunjungan amal, Jamarr justru jatuh cinta pada Indonesia. Tanpa kejelasan, ia kembali ke Nusantara dengan niat menjadi pebasket profesional.
CLS Knights Surabaya menjadi klub pertama Jamarr di Indonesia. Hanya butuh waktu semusim, Jamarr berhasil merebut penghargaan Most Valuable Player (MVP) dan Rookie of the Year serta membawa klub yang bermarkas di GOR Kertajaya tersebut menjadi jawara IBL 2016.
Kehadiran Jamarr di kancah basket Indonesia saat itu menjadi fenomena baru. Kala itu, Jamarr menjadi satu-satunya pemain asing yang ada di liga dan tampil dominan di antara pemain lokal.
Keputusan meniti karier sebagai pebasket di Indonesia membuat Jamarr rela meninggalkan status warga negara Amerika Serikat yang dipegangnya sejak lahir. Ia resmi dinaturalisasi karena era itu, IBL hanya mengizinkan setiap klub menggunakan pemain berkewarganegaraan Indonesia.
Status Jamarr sebagai warga negara Indonesia membuatnya bisa membela tim Garuda. Ia memulai debut saat tim nasional basket Indonesia tampil pada SEA Games 2017 dan mempersembahkan medali perak.
Setelah SEA Games, Jamarr menjadi andalan Indonesia pada setiap turnamen internasional. Akan tetapi, tampilnya Jamarr bersama tim Garuda juga berbanding lurus dengan kritikan yang datang kepadanya.
Status sebagai pemain naturalisasi kerap kali membuat Jamarr dibebani dengan target tinggi. Ekspektasi penggemar tentu lebih besar kepada pebasket dengan tinggi badan 1,96 meter tersebut untuk mencetak poin bagi Indonesia.
Namun, pada kenyataannya, Jamarr tak bisa memenuhi ekspektasi tersebut. Raihan poinnya tak pernah terlihat mencolok, atau mungkin tak sesuai harapan sebagai pemain naturalisasi.
“Ini yang menjadi masalah. Penggemar basket Indonesia masih terpaku kepada berapa banyak poin yang bisa dibuat pemain. Padahal kalau dilihat, Jamarr memberikan kontribusi luar biasa di lapangan,” tutur asisten pelatih tim nasional Indonesia, Johannis Winar.
Ucapan pelatih yang akrab disapa Ahang itu memang benar adanya. Jamarr mungkin tidak produktif soal mencetak poin, tetapi untuk urusan rebound, ia yang paling bisa diandalkan.
Pada Asian Games 2018 yang berlangsung di Jakarta dan Palembang, 18 Agustus – 2 September 2018, penggemar basket kembali luput mengapresiasi penampilan Jamarr. Padahal, pemain yang pernah mencicipi dua gelar juara IBL itu merupakan pengumpul rebound terbanyak ketiga pada Asian Games 2018.
Dari enam pertandingan yang dilakoni, Jamarr mengumpulkan 67 rebound. Jumlah tersebut jauh lebih banyak ketimbang pemain Houston Rockets yang membela China, Zhou Qi, atau center Iran, Hamed Haddadi.
“Saya tetap beri kredit ke Jamarr. Dia mampu mengangkat performa tim, coba lihat berapa banyak dia melakukan rebound atau assist,” ujar pelatih tim nasional Indonesia, Fictor Roring.
Jamarr berhasil membawa tim nasional Indonesia menempati peringkat kedelapan pada Asian Games 2018. Prestasi itu sudah melebihi target di mana Pebasi hanya menginginkan tim asuhan Fictor Roring lolos dari fase grup.
Satu hal yang harus diingat, Asian Games 2018 mungkin menjadi ajang besar terakhir Jamarr membela Indonesia. Perbasi sebetulnya sudah berencana memboyong pemain naturasliasi baru, jauh sebelum pesta olahraga tersebut dimulai.
Rencana tersebut juga sesuai dengan keinginan Fictor Roring. Pelatih yang akrab disapa Ito tersebut memang mengingikan pemain naturalisasi dengan tinggi lebih dari 200 cm.
“Saya tidak punya kemewahan untuk dapat pemain besar dan jago seperti yang saya minta. Saya cuma dapat Jamarr, jadi dia saya maksimalkan,” ujar Ito setelah Indonesia dikandaskan China pada perempat final Asian Games 2018.
“Tetapi, dia tetap masih kurang untuk kebutuhan kita. Dia bantu kami, pasti itu. Saya tidak mungkin menafikan itu. Namun, seharusnya kita butuh yang lebih besar,” sambungnya.
Pernyataan tersebut seakan menyiratkan bahwa Jamarr mungkin tidak akan terpakai lagi pada ajang selanjutnya seperti SEA Games 2019 di Manila. Perbasi, Ito, dan Badan Tim Nasional, kemungkinan besar akan kembali berburu pemain naturalisasi lain.
Bagaimanapun, perjuangan Jamarr tetap harus diapresasi. Penggila basket tanah air tetap harus mengucapkan terima kasih kepada Jamarr. Apalagi, Jamarr bermain untuk tim dengan hati dan kebanggaan.
“Saya begitu bangga membela Indonesia. Saya sudah berada tujuh tahun di sini. Saya cinta Indonesia. Saya cinta negara ini dan olahraga ini, saya cinta budaya dan lingkungan orang-orang indonesia,” tutur Jamarr.