F1

Bos Mercedes F1 Petik Dari Hasil Keterpurukan Manchester United Saat Ini

DBasia.news – Situasi Manchester United saat ini jadi bukti nyata sebagai tim yang pernah berjaya dimusim lalu dan sekarang justru mendapatkan hasil buruk yang ketinggalan oleh tim lain. Hal itu bahkan dibandingkan oleh kepala tim Mercedes, Toto Wolff.

Kala masih dilatih Sir Alex Ferguson klub disegani di Inggris dan Eropa. Kejayaan mereka terbukti dengan 13 titel Premier League hingga klub punya 20 titel Premier League – memecahkan rekor raihan terbanyak.

Namun setelah 26 tahun melatih, Ferguson pensiun pada 2013 dan setelahnya … dinasti yang sudah dibangun runtuh. Pelatih silih berganti datang, prestasi dan performa inkonsisten diraih, bahkan di tahun itu juga jadi tahun terakhir Man United memenangi titel Premier League.

Masuknya Erik ten Hag sebagai pelatih baru musim ini memunculkan optimisme tinggi, tapi setelah dua laga Premier League dimulai, aura negatif dari musim lalu kembali membayangi. Man United kalah dua kali beruntun lawan Brighton (1-2) dan Brentford (0-4).

Dekadensi Man United itu jadi perhatian dunia tidak terkecuali juga ke dunia olahraga lainnya. Team Principal Mercedes di F1 (Formula One), Toto Wolff, mengakui memelajari Man United dan dekadensi mereka saat ini.

Apa yang dipelajari Wolff adalah menganalisis Man United, lalu dijadikan contoh agar Mercedes tidak mengalami nasib serupa. Seperti diketahui, Mercedes dominan di F1 dengan memenangi delapan titel dalam kategori konstruktor di bawah kepemimpinan Wolff, sementara pembalap Mercedes Lewis Hamilton juara enam kali.

Saat ini situasinya mulai berubah untuk Mercedes karena mereka dapat persaingan ketat dari Red Bull dan Ferrari, meski masih diunggulkan, Mercedes tak bisa lengah atau nasib mereka bisa berubah seperti Man United.

“Saya mempelajari mengapa tim-tim hebat tidak mampu mengulang perebutan gelar yang hebat,” terang Wolff seperti dikutip dari Marca.

“Tidak ada tim olahraga dalam olahraga apapun yang pernah memenangkan delapan gelar kejuaraan dunia berturut-turut, dan ada banyak alasan untuk itu, dan yang intinya adalah manusia.”

“Manusia menjadi terlena. Anda tidak berenergi seperti sebelumnya. Anda mungkin tidak ambisius. Saya sering mendapat pertanyaan ‘Seberapa sulit itu?’.”

“Saya mengalami begitu banyak periode, begitu banyak episode dalam hidup saya yang saya anggap sulit, bahwa ini tidak pada skala yang sama.”

“Saya tidak berpikir itu menantang karena saya mengalami masa-masa yang jauh lebih sulit sepanjang hidup saya, tidak terutama di Formula 1, tetapi ini sebenarnya dalam zona nyaman saya,” pungkas Wolff.